Mungkin
tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami masalah kepribadian
ganda. Sebelum abad ke-20, gejala psikologi ini selalu dikaitkan dengan
kerasukan setan.
Namun, para psikolog abad ke-20 yang menolak kaitan itu menyebut
fenomena ini dengan sebutan Multiple Personality Disorder (MPD).
Berikutnya, ketika nama itu dirasa tidak lagi sesuai, gejala ini diberi
nama baru, Dissociative Identity Disorder (DID).
DID atau kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental
dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau
lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter
yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu
kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak
identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan
dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para
psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena
trauma masa kecil.
Untuk memahami bagaimana banyak identitas bisa terbentuk di dalam diri
seseorang, maka terlebih dahulu kita harus memahami arti dari
Dissociative (disosiasi). Disosiasi
Pernahkah kalian mendapatkan pengalaman seperti ini, ketika sedang
bertanya mengenai sesuatu hal kepada sahabat kalian, kalian malah
mendapatkan jawaban yang tidak berhubungan sama sekali. Jika pernah,
maka saya yakin, ketika mendapatkan jawaban itu, kalian akan berkata
"Nggak nyambung!".
Disosiasi secara sederhana dapat diartikan sebagai terputusnya hubungan
antara pikiran, perasaan, tindakan dan rasa seseorang dengan kesadaran
atau situasi yang sedang berlangsung. Dalam kasus DID, juga terjadi
disosiasi, namun jauh lebih rumit dibanding sekedar "nggak nyambung". Proses terbentuknya kepribadian ganda
Ketika kita dewasa, kita memiliki karakter dan kepribadian yang cukup
kuat dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan. Namun, pada anak yang
masih berusia di bawah tujuh tahun, kekuatan itu belum muncul sehingga
mereka akan mencari cara lain untuk bertahan terhadap sebuah pengalaman
traumatis, yaitu dengan Disosiasi. Dengan menggunakan cara ini, seorang anak dapat membuat pikiran sadarnya terlepas dari pengalaman mengerikan yang menimpanya.
Menurut Colin Ross yang menulis buku The Osiris Complex (1995), proses
disosiasi pada anak yang mengarah kepada kelainan DID terdiri dari dua
proses psikologis. Kita akan mengambil contoh pelecehan seksual yang
dialami oleh seorang anak perempuan. Proses Pertama,
Anak
perempuan yang berulang-ulang mengalami penganiayaan seksual akan
berusaha menyangkal pengalaman ini di dalam pikirannya supaya bisa
terbebas dari rasa sakit yang luar biasa.
Ia bisa mengalami "out
of body experience" yang membuat ia "terlepas" dari tubuhnya dan dari
pengalaman traumatis yang sedang berlangsung.
Ia
mungkin bisa merasakan rohnya melayang hingga ke langit-langit dan
membayangkan dirinya sedang melihat kepada anak perempuan lain yang
sedang mengalami pelecehan seksual. Dengan kata lain, identitas baru
yang berbeda telah muncul.
Proses Kedua,
Sebuah penghalang memori kemudian dibangun antara anak perempuan itu
dengan identitas baru yang telah diciptakan. Sekarang, sebuah kesadaran
baru telah terbentuk. Pelecehan seksual tersebut tidak pernah terjadi
padanya dan ia tidak bisa mengingat apapun mengenainya.
Apabila pelecehan seksual terus berlanjut, maka proses ini akan terus
berulang sehingga ia akan kembali menciptakan banyak identitas baru
untuk mengatasinya.
Ketika kebiasaan disosiasi ini telah mendarah daging, sang anak juga
akan menciptakan identitas baru untuk hal-hal yang tidak berhubungan
dengan pengalaman traumatis seperti pergi ke sekolah atau bermain
bersama teman. Salah satu kasus kepribadian ganda yang ternama, yaitu Sybil, disebut memiliki 16 identitas yang berbeda.
Menurut psikolog, jumlah identitas berbeda ini bisa lebih banyak pada
beberapa kasus, bahkan hingga mencapai 100. Masing-masing identitas itu
memiliki nama, umur, jenis kelamin, ras, gaya, cara berbicara dan
karakter yang berbeda.
Setiap karakter ini bisa mengambil alih pikiran sang penderita hanya
dalam tempo beberapa detik. Proses pengambilalihan ini disebut switching
dan biasanya dipicu oleh kondisi stres. Ciri-ciri pengidap kepribadian ganda Bagaimana cara kita mengetahuinya? Jawabannya adalah pada identitas yang menyertai perubahan penampilan atau emosi tersebut.
Misalkan teman kalian yang suka mengubah penampilan atau sering
mengalami perubahan emosi tersebut bernama Edward. Jika ia mengubah
penampilan atau mengalami perubahan emosi dan masih menganggap dirinya
sebagai Edward, maka ia bukan penderita DID.

Untuk mengerti lebih dalam bagaimana cara membedakannya, lihat 4 ciri
di bawah ini. Jika di dalam diri seseorang terdapat 4 ciri ini, maka
bisa dipastikan kalau ia mengidap DID atau kepribadian ganda. Ciri-ciri tersebut adalah :
1) Harus ada dua atau lebih identitas atau kesadaran yang berbeda di dalam diri orang tersebut.
2) Kepribadian-kepribadian ini secara berulang mengambil alih perilaku orang tersebut (Switching).
3)
Ada ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan
dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa
biasa.
4)
Gangguan-gangguan yang terjadi ini tidak terjadi karena efek psikologis
dari substansi seperti alkohol atau obat-obatan atau karena kondisi
medis seperti demam.
Dari 4 poin ini, poin nomor 3 memegang peranan sangat penting.
98
persen mereka yang mengidap DID mengalami amnesia ketika sebuah
identitas muncul (switching). Ketika kepribadian utama berhasil
mengambil alih kembali, ia tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi
ketika identitas sebelumnya berkuasa.
Walaupun sebagian besar psikolog telah mengakui adanya kelainan
kepribadian ganda ini, namun sebagian lainnya menolak mengakui
keberadaannya. Mereka mengajukan argumennya berdasarkan pada kasus
Sybill yang ternama. Kasus Sybil Isabel Dorsett
Salah satu kasus paling terkenal dalam hal kepribadian ganda adalah
kasus yang dialami oleh Shirley Ardell Mason. Untuk menyembunyikan
identitasnya, Cornelia Wilbur, sang psikolog yang menanganinya dan
menulis buku mengenainya, menggunakan nama samaran Sybil Isabel Dorsett
untuk menyebut Shirley.

Dalam sesi terapi yang dilakukan oleh Cornelia, terungkap kalau Sybil
memiliki 16 kepribadian yang berbeda, diantaranya adalah Clara, Helen,
Marcia, Vanessa, Ruthi, Mike (Pria), Sid (Pria) dan lain-lain.
Menurut Cornelia, 16 identitas yang muncul pada diri Sybil berasal dari
trauma masa kecil akibat sering mengalami penyiksaan oleh ibunya.
Kisah Sybil menjadi terkenal karena pada masa itu kelainan ini masih
belum dipahami sepenuhnya. Bukunya menjadi best seller pada tahun 1973
dan sebuah film dibuat mengenainya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, keabsahan kelainan yang dialami Sybil mulai dipertanyakan oleh para psikolog.
Menurut Dr.Herbert Spiegel yang juga menangani Sybil, 16 identitas yang
berbeda tersebut sebenarnya muncul karena teknik hipnotis yang
digunakan oleh Cornelia untuk mengobatinya. Bukan hanya itu, Cornelia
bahkan menggunakan Sodium P*****hal (serum kejujuran) dalam terapinya.
Dr.Spiegel percaya kalau 16 identitas tersebut diciptakan oleh Cornelia
dengan menggunakan hipnotis. Ini sangat mungkin terjadi karena Sybil
ternyata seorang yang sangat sugestif dan gampang dipengaruhi. Apalagi
ditambah dengan obat-obatan yang jelas dapat membawa pengaruh kepada
syarafnya.
Kasus ini mirip dengan penciptaan false memory dalam pengalaman alien
abduction. Pendapat Dr.Spiegel dikonfrimasi oleh beberapa psikolog dan
peneliti lainnya.
Peter Swales, seorang penulis yang pertama kali berhasil mengetahui
kalau Sybil adalah Shirley juga setuju dengan pendapat ini. Dari hasil
penyelidikan intensif yang dilakukannya, ia percaya kalau penyiksaan
yang dipercaya dialami oleh Sybil sesungguhnya tidak pernah terjadi.
Kemungkinan, semua ingatan mengenai penyiksaan itu (yang muncul karena
sesi hipnotis) sebenarnya hanyalah ingatan yang ditanamkan oleh sang
terapis, Cornelia Wilbur.
Jadi, bagi sebagian psikolog, DID tidak lain hanyalah sebuah false
memory yang tercipta akibat pengaruh terapi hipnotis yang dilakukan oleh
seorang psikolog. Tidak ada bukti kalau pengalaman traumatis bisa
menciptakan banyak identitas baru di dalam diri seseorang.
Menurut Dr.Philip M Coons, "Hubungan antara penyiksaan atau trauma masa
kecil dengan Multiple Personality Disorder sesungguhnya tidak pernah
dipercaya sebelum kasus Sybil."
Pengetahuan mengenai kepribadian ganda banyak disusun berdasarkan kasus
Sybil. Jika kasus itu ternyata hanya sebuah false memory, maka
runtuhlah seluruh teori disosiasi dalam hubungannya dengan kelainan
kepribadian ganda. Ini juga berarti kalau kelainan kepribadian ganda
sesungguhnya tidak pernah ada.
Perdebatan ini masih terus berlanjut hingga saat ini dan kedua pihak
memiliki alasan yang sama kuat. Jika memang DID benar-benar ada dan
hanya merupakan gejala psikologi biasa, mengapa masih ada hal-hal yang
masih belum bisa dijelaskan oleh para psikolog?